Mojokerto | satelitnusantara.com
Sidang Tuntutan Sidang Kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) digelar Menjadi Sorotan Pasalnya Pemilik Karaoke Tidak ada dalam sidang,dan Jalannya sidang ini tertutup untuk umum,dipimpin Ketua Majelis Hakim Ivonne Tiurma Rismauli,diruang Cakra Pengadilan Negeri (PN) Mojokerto,Tuntutan dibacakan JPU Agus Widiyono dan Kasi Pidana Umum Kejaksaan Negeri Kabupaten Mojokerto Erfandi Kurnia Rachman menyatakan, Bahwa terdakwa terbukti bersalah melanggar Pasal 2 ayat (1) UU RI Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO).
Selain pidana penjara 4 Tahun, terdakwa juga diminta membayar denda Rp 200 juta subsidair 6 bulan kurungan penjara.(11/09/2025)
Terdakwa Andi yang hadir mengenakan kemeja putih tampak didampingi Penasehat hukumnya Advokat Rikha Permatasari, S.H.,M.H.,C.Med.,C.LO., Pengacara kondang Duta Besar Republik Indonesia untuk Nigeria, Kuasa Hukum Trixy Mahalia model ternama di era 80an dan Sukses memenangkan beberapa Perkara besar tingkat nasional Lainnya.
Andi Warga Desa Banjaragung, Puri, Mojokerto, merupakan pramusaji (waiters) di Hotel dan Karaoke Puri Indah Jalan Bypass Mojokerto. Namun mirisnya, ia justru di PHK sepihak, oleh pihak manajemen Puri Indah karaoke Mojokerto.yang seharusnya mendapatkan perhatian, pendampingan Hukum karena terjerat kasus Tuduhan TPPO ini terjadi disaat Andi bertugas dan bekerja di jam kerja sebagai waiters /pelayan tugasnya hanya menghidangkan minuman untuk tamu karaoke yang datang.
Andi diduga menjajakan dua orang Lady Companion( LC ) berinisial DRP dan MKN kepada pria hidung belang untuk hubungan seksual, sesuai fakta persidangan andi tidak memiliki kewenangan secara jabatan ia sebatas pelayan, dan tidak ada paksaan atau ancaman, justru para LC berterimakasih karena bantuan andi mereka mendapatkan tamu sehingga dapat memenuhi kebutuhan sehari- hari.
Atas tuntutan tersebut, penasihat hukum Andi, Adv. Rikha Permatasari, S.H.,M.H.,C.Med.,C.LO akan mengajukan pledoi atau nota pembelaan. Sebab, pihaknya menilai tuntutan terhadap kliennya tidak memenuhi unsur pidana dakwaan TPPO. Juga terdapat beberapa kejanggalan dan fakta yang tidak sesuai denga persidangan,tuturnya.
“UU TPPO maupun KUHP membuka ruang untuk menjerat korporasi sebagai pelaku pidana. Sedangkan klien kami independen. klien kami juga bukan pemilik, pengelola atau pengendali tempat hiburan tersebut, melainkan hanya seorang waiters yang tidak memiliki kewenangan secara struktural,” ungkap Rikha.
12 orang saksi dihadirkan dalam agenda sidang pemeriksaan saksi, termasuk dua LC. Menurut Kuasa Hukum Andi Febrianto, 2 LC tersebut menyatakan bahwa Andi tidak memaksa dan merekrut mereka untuk kegiatan prostitusi, keduanya pun memang mencari uang dengan cara menghibur dan menemani pelanggan di tempat karaoke, termasuk menyanyikan lagu bersama.
Rikha Menambahkan “Para LC bekerja secara sukarela dan tidak ada indikasi bahwa mereka direkrut dengan paksaan atau eksploitasi sistematis. Klien kami tidak menguasai fasilitas, modal, akses, atau otoritas untuk mengendalikan sistem prostitusi,” paparnya.
Rikha pun membantah bahwa Andi menawarkan para LC dengan tarif tertentu untuk melayani hubungan seksual. “Justru Andi sempat menolak permintaan pelanggan yang ingin dicarikan LC. Namun akhirnya Andi merekomendasikan DRP dan MKN untuk menemani pelanggan karaoke.jelasnya.
Rikha akan mengajukan pledoi dalam agenda sidang yang dijadwalkan pada 18 September 2025 mendatang. Dengan demikian, membuka peluang putusan yang berbeda dari tuntutan.
“Akan saya ajukan pembelaan untuk membebaskan terdakwa dari segala dakwaan dan tuntutan hukum (vrijspraak) Jika majelis berpendapat lain, saya berharap mejelis hakim memberikan putusan seringan-ringannya karena terdakwa belum pernah dihukum (first offender), Terdakwa adalah orang pertama dalam rantai struktur kerja bukan pengendali, tidak ada bukti bahwa terdakwa mengendalikan aktivitas eksploitasi,” pungkasnya.
“tidak ada bukti bahwa klien nya memiliki peran aktif dalam mengendalikan aktifitas eksploitasi, “Keadilan sejati bukanlah semata menghukum siapa yang hadir, tapi menelusuri siapa yang paling bertanggungjawab”Hukum yang tajam kebawah, dan tumpul keatas adalah ironi yang merusak kepercayaan Masyarakat secara umum (publik)”
*Besar harapan kami, Pengadilan ini menjadi cermin bahwa keadilan masih hidup, bahwa mereka yang lemah tidak akan terus menerus dijadikan Tumbal.*Tutupnya.
Fjr